SEJARAH BERDIRINYA KOTA KUDUS
Sejarah tentang hari jadi Kota Kudus di tetapkan pada tanggal 23 September 1549 M dan diatur dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 11 tahun 1990 tentang hari jadi Kudus yang di terbitkan tanggal 6 Juli 1990 yaitu pada era Bupati Kolonel Soedarsono.
Sejarah Kota Kudus tidak terlepas dari Sunan Kudus hal ini di tunjukan oleh Skrip yang terdapat pada Mihrab di Masjid Al-Aqsa Kudus ( Majid Menara), di ketahui bahwa bangunan masjid tersebut didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M.
Mengenai asal usul nama Kudus menurut dongeng / legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat ialah, bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di Tanah Arab, kemudian beliau pun mengajar pula di sana. Pada suatu masa, di Tanah Arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan, penyakit tersebut menjadi reda berkat jasa Sunan Kudus. Olek karena itu, seorang amir di sana berkenan untuk memberikan suatu hadiah kepada beliau, akan tetapi beliau menolak, hanya sebagai kenang-kenangan beliau meminta sebuah batu. Batu tersebut menurut sang amir berasal dari kota Baitul Makdis atau Jeruzalem (Al Quds), maka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta bertempal tinggal, kemudian diberikan nama Kudus.
Sejarah Sunan Kudus
Dja’far Sodiq, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus, adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung di Jipang Panolan. Semasa hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agam islam di sekitar daerah Kudus khususnya di Jawa Tengah pesisir utara pada umumnya. Beliau terhitung salah seorang ulama, guru besar agama yang telah mengajar serta menyiarkan agama islam di daerah Kudus dan sekitarnya.
Terkenal dengan keahliannya dalam ilmu agama. Terutama dalam ilmu agama Tauhid, Usul, Hadits, Sastra Mantiq dan lebih-lebih didalam Ilmu Fiqih. Oleh sebab itu, digelari dengan sebutan sebagai Waliyyul ‘Ilmi. Beliau yang termasuk salah seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek yang berisi filsafat serta berjiwa agama. Diantara buah ciptaannya yang terkenal, ialah Gending Maskumambang dan Mijil.
Disamping bertindak sebagai guru islam, juga sebagai salah seorang yang kuat syariatnya. Sunan Kudus pun menjadi Senopati dari Kerajaan Islam di Demak. Bekas peninggalan beliau antara lain adalah Masjid Raya di Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kudus. Oleh Karena di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah.
Mengenai perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama islam tidak berbeda dengan para wali lainnya, yaitu senantiasa dipakai jaln kebijaksanaan, dengan siasat dan taktik yang demikian itu, rakyat dapat diajak memeluk agama islam.
Sejarah Sunan Muria
Raden Umar Syaid, atau Raden Said dikenal dengan sebutan Sunan Muria, adalah termasuk salah seorang dari kesembilan wali yang terkenal di Jawa. Nama kecilnya ialah Raden Prawoto. Beliau adalah putra dengan Sunan Kalijaga dengan Dewi Soejinah putri Sunan Ngudung. Jadi, kakak dari Sunan Kudus. Sunan Muria memperoleh seorang putra yang diberi nama Pangeran Santri, dan kemudian mendapat julukan Sunan Ngadilungu. Suan Muia yang terhitung salah seorang penyokong dari Kerajaan Bintoro. Beliau yang ikut mendirikan Masjid Demak. Beliau lebih suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa, bergaul serta hidup di tengah-tengah rakyat jelata. Sunan Muria lebih suka mendidik rakyat jelata tentang agama islam di sepanjang lereng Gunung Muria yang terletak 18 km jauhnya sebelah utara Kota Kudus sekarang. Cara beliau menjalankan dakwah ke-islam-an, adalah dengan jalan mengadakan pelatihan terhadap kaum dagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliaulah kabarnya yang mempertahankan tetap berlangsungnya gamelan sebagai satu-satunya sebagai seni jawa yang sangat digemari rakyat serta dipergunakannya untuk memasukkan rasa ke-islaman ke dalam jiwa rakyat untuk mengingat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Disamping itu, beliau adalah pencipta dari gending “Sinom dan Kinanti”. Kini beliau dikenal dengan sebutan Sunan Muria oleh karena beliau di Makamkan di atas Gunung Muria, termasuk dalam wilayah Kudus.
Kudus berasal dari
kata Al-Quds, yaitu Baitul Mukadis, sebuah nama saat tempat itu
dinyatakan sebagai tempat suci oleh Sunan Kudus. Nama sebelumnya adalah
Tajug ( Tajug adalah bentuk atap arsitektur tradisional yang sangat kuno
dipakai untuk tujuan keramat ), atau dapat disebut juga bangunan makam.
Dengan demikan kota Tajug dulunya sudah memilki sifat kekeramatan
tertentu.
Lahirnya kota kudus tidak dapat dipisahkan dari nama sesepuh tertua
yang pertama-tama menggarap tempat tersebut, yaitu Kyai Tee Ling Sing.
Beliau adalah mubaligh Islam dari Yunan, yang datang bersama - sama
dengan seorang pemahat / pengukir ulung bernama Sun Ging An ( Kemudian
menjadi kata kerja nyungging yang berarti mengukir, daerah ukir mengukir
dijaman purbakala ini kemudian menjadi desa Sunggingan ). Kyai Tee Ling
Sing kemudian bersama - sama dengan pendatang Ja ' far Shodiq ( sunan
Kudus ) secara bertahap berhasil menguasai daerah kudus dan
mengembangkanya.
Kota suci Kudus / Baitul Mukadis sudah sangat terkenal di pulau
Jawa, dan bahkan Nusantara sebagai pusat penyebaran agama Islam, Masjid
besarnya bernama Al - Manar atau Al - Aqsa, seperti masjid suci di
Baitul Mukadis bagian Islam. Sejak abad 17 pengunjung - pengunjung barat
sudah mengagumi Menara raksasanya - sebuah bangunan kukuh,
berarsitektur candi - candi pra - Islam.
2. Kerajaan kecil Kudus
Sejarah kota Kudus tidak lepas dari nama seorang tokoh penyebar
agama Islam di tanah Jawa yaitu Ja ' far Shodiq, atau lebih di kenal
sebagai Sunan Kudus, bersama tokoh - tokoh agama Islam, mereka membangun
kekuasaan berdasarkan wibawa rohani terhadap para jemaah dan orang
alim. pada segi tertentu, mereka dapat di bandingkan dengan raja - raja
Cirebon dan Giri Gresik, yang memulai kegiatan mereka sebagai pemimpin
agama, membentuk dinasti dan berhasil meraih kekuasaan politik cukup
besar.
Pemimpin rohani ini berderajat tinggi, penuh semangat tempur bernama
sunan Kudus. Ikut bertugas dalam militer melawan Mojopahit pada tahun
1527, bertahun - tahun hidup di Demak sebagai penghulu mesjid suci Demak
- karena berselisih denga raja Demak perkara permulaan bulan Puasa
beliau pindah ke Kudus dan selanjutnya mendirikan kerajaan kecil disana.
3. Perkembangan kota Kudus
Koedoes Tempo Doeloe
Kota Kudus berkembang bersama dengan daerah lain, dan embrio ini
sekarang dikenal sebagai kota Kuno atau pusat kota lama, di sebut Kudus
kulon dan terdiri dari 7 desa :
Pemukiman : berdasarkan etnis sosiologis, perkembangan
pemukiman di Kudus bisa di kelompokan sebagai berikut :
Kudus Kulon :
1. Pusat Kota Lama :
Kauman
Kerjasan
Langgar Dalem
Demangan
Janggalan
Damaran
Kajeksan
2. Daerah Pinggiran Kota :
Krandon
Singocandi
Purwosari
Sunggingan
Kudus Wetan :
1. Daerah Cina :
Panjunan
Kramat
Wergu Kulon
2. Daerah Priyayi :
Nganguk
Glantengan
Barongan
3. Daerah Abangan :
Mlati Kidul
Mlati Lor
Mlati Norowito
Rendeng
Wergu Wetan
4. Desa - Desa Lainya :
Demaan
Burikan
Kaliputu
Penduduk : Disini kita melihat adanya pengelompokan sistem
sosial - meminjam Tipologi Jawa dari Geertz yaitu santri, Priyayi dan
Abangan, walaupun tidak tepat benar. Penduduk Arab dan Cina juga
bermukim disana, termasuk Eropa berdasar sensus tahun 1930 berjumlah 417
penduduk
4. Potret Kota Kudus dalam Sejarah Nasional
Kudus dalam sejarah
Suatu Potret yang diambil di rumah H. Mc. Noerchamid, Kunjungan
tokoh pejuang nasional Dr. Gatot Subroto dan tokoh - tokoh pejuang
Nasional lainya di kota Kudus
5. Sosial Budaya
Melacak Tradisionalisme di Kudus berarti melacak sosial budaya saat
ini dan yang lalu untuk mendapatkan gambaran yang tidak terputus. Dan
tradisionalisme ini jelas adalah kontinuitas pada lingkungan kota lama,
yaitu Kudus Kulon.
Priyayi Kudus adalah Aristokrat keturunan Sunan Kudus, yang diberi
gelar oleh pemerintah kolonial dan sebenarnya tidak disenangi oleh
mereka, Umumnya mereka tidak kaya, memilih bekerja sebagai pedagang,
pengrajin, mubaligh dari pada sebagai pegawai negeri. Orientasi budaya
adalah santri. Bahkan salah satu Raden yakni KHR. Asnawi menjadi pendiri
NU. Sebagian besar orang - orang Kudus Kulon tinggal di rumah - rumah
besar, para generasi lama membangun kekayaan mereka dengan cara hidup
sederhana, bekerja keras, menjadi usahawan yang ulung dan santri yang
saleh, agak kurang percaya dengan pendidikan ala barat kecuali
pendidikan Islam tradisional. Pada periode puncak kemakmuran mereka,
mereka cenderung menjadi bangsawan borjuis yang sadar bahwa dengan
mereka bertentangan dengan pegawai priyayi dan elite priyayi.
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Kudus berasal dari
kata Al-Quds, yaitu Baitul Mukadis, sebuah nama saat tempat itu
dinyatakan sebagai tempat suci oleh Sunan Kudus. Nama sebelumnya adalah
Tajug ( Tajug adalah bentuk atap arsitektur tradisional yang sangat kuno
dipakai untuk tujuan keramat ), atau dapat disebut juga bangunan makam.
Dengan demikan kota Tajug dulunya sudah memilki sifat kekeramatan
tertentu.
Lahirnya kota kudus tidak dapat dipisahkan dari nama sesepuh tertua
yang pertama-tama menggarap tempat tersebut, yaitu Kyai Tee Ling Sing.
Beliau adalah mubaligh Islam dari Yunan, yang datang bersama - sama
dengan seorang pemahat / pengukir ulung bernama Sun Ging An ( Kemudian
menjadi kata kerja nyungging yang berarti mengukir, daerah ukir mengukir
dijaman purbakala ini kemudian menjadi desa Sunggingan ). Kyai Tee Ling
Sing kemudian bersama - sama dengan pendatang Ja ' far Shodiq ( sunan
Kudus ) secara bertahap berhasil menguasai daerah kudus dan
mengembangkanya.
Kota suci Kudus / Baitul Mukadis sudah sangat terkenal di pulau
Jawa, dan bahkan Nusantara sebagai pusat penyebaran agama Islam, Masjid
besarnya bernama Al - Manar atau Al - Aqsa, seperti masjid suci di
Baitul Mukadis bagian Islam. Sejak abad 17 pengunjung - pengunjung barat
sudah mengagumi Menara raksasanya - sebuah bangunan kukuh,
berarsitektur candi - candi pra - Islam.
2. Kerajaan kecil Kudus
Sejarah kota Kudus tidak lepas dari nama seorang tokoh penyebar
agama Islam di tanah Jawa yaitu Ja ' far Shodiq, atau lebih di kenal
sebagai Sunan Kudus, bersama tokoh - tokoh agama Islam, mereka membangun
kekuasaan berdasarkan wibawa rohani terhadap para jemaah dan orang
alim. pada segi tertentu, mereka dapat di bandingkan dengan raja - raja
Cirebon dan Giri Gresik, yang memulai kegiatan mereka sebagai pemimpin
agama, membentuk dinasti dan berhasil meraih kekuasaan politik cukup
besar.
Pemimpin rohani ini berderajat tinggi, penuh semangat tempur bernama
sunan Kudus. Ikut bertugas dalam militer melawan Mojopahit pada tahun
1527, bertahun - tahun hidup di Demak sebagai penghulu mesjid suci Demak
- karena berselisih denga raja Demak perkara permulaan bulan Puasa
beliau pindah ke Kudus dan selanjutnya mendirikan kerajaan kecil disana.
3. Perkembangan kota Kudus
Koedoes Tempo Doeloe
Kota Kudus berkembang bersama dengan daerah lain, dan embrio ini
sekarang dikenal sebagai kota Kuno atau pusat kota lama, di sebut Kudus
kulon dan terdiri dari 7 desa :
Pemukiman : berdasarkan etnis sosiologis, perkembangan
pemukiman di Kudus bisa di kelompokan sebagai berikut :
Kudus Kulon :
1. Pusat Kota Lama :
Kauman
Kerjasan
Langgar Dalem
Demangan
Janggalan
Damaran
Kajeksan
2. Daerah Pinggiran Kota :
Krandon
Singocandi
Purwosari
Sunggingan
Kudus Wetan :
1. Daerah Cina :
Panjunan
Kramat
Wergu Kulon
2. Daerah Priyayi :
Nganguk
Glantengan
Barongan
3. Daerah Abangan :
Mlati Kidul
Mlati Lor
Mlati Norowito
Rendeng
Wergu Wetan
4. Desa - Desa Lainya :
Demaan
Burikan
Kaliputu
Penduduk : Disini kita melihat adanya pengelompokan sistem
sosial - meminjam Tipologi Jawa dari Geertz yaitu santri, Priyayi dan
Abangan, walaupun tidak tepat benar. Penduduk Arab dan Cina juga
bermukim disana, termasuk Eropa berdasar sensus tahun 1930 berjumlah 417
penduduk
4. Potret Kota Kudus dalam Sejarah Nasional
Kudus dalam sejarah
Suatu Potret yang diambil di rumah H. Mc. Noerchamid, Kunjungan
tokoh pejuang nasional Dr. Gatot Subroto dan tokoh - tokoh pejuang
Nasional lainya di kota Kudus
5. Sosial Budaya
Melacak Tradisionalisme di Kudus berarti melacak sosial budaya saat
ini dan yang lalu untuk mendapatkan gambaran yang tidak terputus. Dan
tradisionalisme ini jelas adalah kontinuitas pada lingkungan kota lama,
yaitu Kudus Kulon.
Priyayi Kudus adalah Aristokrat keturunan Sunan Kudus, yang diberi
gelar oleh pemerintah kolonial dan sebenarnya tidak disenangi oleh
mereka, Umumnya mereka tidak kaya, memilih bekerja sebagai pedagang,
pengrajin, mubaligh dari pada sebagai pegawai negeri. Orientasi budaya
adalah santri. Bahkan salah satu Raden yakni KHR. Asnawi menjadi pendiri
NU. Sebagian besar orang - orang Kudus Kulon tinggal di rumah - rumah
besar, para generasi lama membangun kekayaan mereka dengan cara hidup
sederhana, bekerja keras, menjadi usahawan yang ulung dan santri yang
saleh, agak kurang percaya dengan pendidikan ala barat kecuali
pendidikan Islam tradisional. Pada periode puncak kemakmuran mereka,
mereka cenderung menjadi bangsawan borjuis yang sadar bahwa dengan
mereka bertentangan dengan pegawai priyayi dan elite priyayi.
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
No comments:
Post a Comment